Jangan Takut Dibilang Anti Sosial, Jarang Online Justru Wujud Dari Kemewahan

 
Saat ini orang yang jarang online dianggap sebagai antisosial via tribunnews.com

“Buat apa handphone bagus kalau tidak ada yang chat?” Sindiran yang sering dilontarkan ketika hp kamu sepi akan notifikasi. Tapi percayalah, jika handphonemu terus menerus berbunyi lama-lama muak juga. Sungguh maha dasyat bagi kamu yang jarang online tanpa memiliki beban apapun, entah itu pekerjaan, grup keluarga, atau grup pertemanan. Meskipun mendapat sindiran antisosial, hidupmu sudah sangat mewah! Sebuah hal yang sulit didapat saat ini.


Hidup mewah itu bagi sebagian orang begitu membanggakan dan dapat meningkatkan status sosial di masyarakat. Akan tetapi disini tidak bicara soal harta benda atau kekayaan, maka mari kita cari bentuk suatu kemewahan yang lainnya. Jadi, tidak perlu jauh-jauh membayangkan.

Ada hal receh yang sebenarnya bisa dijadikan sebagai sebuah kemewahan, yaitu jika kamu jarang online. Mungkin diantara 10 orang pengguna smartphone, setidaknya ada 1 yang memanfaatkannya untuk bermain media sosial. Ada sedikit dari mereka yang sama sekali tidak memiliki facebook, twitter, bahkan instagram. Hal tersebut saya pelajari langsung dari teman dekat wanita yang cantik, pintar dan body goal’s banget lah. Media sosial yang dipakai hanya Line dan Whatsapp sejak kuliah sampai bekerja, itupun jarang sekali update status story.

Hidupnya benar-benar terlihat santuy dan nyaman, yang dia akui secara langsung. Bahkan dia tidak pernah peduli dengan berita-berita viral soal baku hantam sampai prank. Jawaban ketika ditanya memang luar biasa menurut saya, “Buat apa memperdulikan hal semacam itu, bikin diri sendiri jadi negatif.” Seketika mendengar kata-katanya itu, saya langsung angkat dua jempol. Inilah bedanya orang yang jarang online dan yang sering eksis di medsos.

Mimik wajahnya menggambarkan seolah-olah dia tidak takut setiap hari hidup tanpa mengetahui kabar apapun di bumi ini. Memang sesekali teman saya ini menonton tv untuk melihat berita, tapi tak ada tanggapan serius dari wajahnya. Sementara saya, selalu gatal dan khawatir ketinggalan berita apalagi dikatain kudet sehingga hampir setiap hari selalu scrolling medsos untuk melihat hal-hal apa yang jadi trending.

Sampai pandemi virus Covid-19 ini menyerang dunia dan Indonesia, saya merasa sedikit panik untuk mengetahui kebenarannya. Namun, yang saya dapatkan justru kekecewaan dan ingin rasanya meninggalkan negeri ini. Tetapi akan lebih enteng jika apa yang ada di media sosial itu dianggap masa bodo dan berjanji untuk jarang online. Meskipun kegiatan sehari-hari saya bakal bermasalah, setidaknya tidak dibuat capek sama pemerintah dan orang-orang bebal yang meremehkan virus corona ini.

Kalau boleh jujur, melihat media sosial belakangan ini membuat lelah dan muak. Benar kata teman saya, berita-berita viral yang ada di media sosial malah bikin emosi dan ingin sekali berkata kasar beserta sumpah serapah. Ditambah lagi grup Whatsapp yang tidak pernah berhenti memberitahukan kalau ada notifikasi. Meski begitu, merubah kebiasaan online tidak serta merta membuat hidup langsung tenteram, tidak. Pastinya hal pertama yang bakal kamu terima yaitu nyinyiran dari teman-temanmu yang menganggap jarang online sama dengan antisosial.

Pengertian antisosial saat ini sendiri sudah berubah, dimana dulu mereka yang sering main handphone dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Namun, sekarang ini justru kebalikannya. Orang yang jarang online akan dianggap sebagai antisosial walaupun kenyataan lebih banyak berinteraksi dengan yang lain secara tatap muka. Tatanan yang dulu sudah tertata rapih, bisa dirubah begitu saja seperti sikap pemerintah yang suka merubah aturan semaunya.

Padahal orang-orang yang dianggap antisosial ini sebagian besar malah bisa memaknai nilai hidup jauh lebih baik lantaran jarang online. Mereka tidak merasa dibebani oleh comment-comment netizen yang bikin gregetan. Mereka juga tidak terlalu peduli apalagi menjadi fans dari para selebgram dan juga seleb Tiktok yang penuh pesona itu. Karena bagi mereka ya memang tidak ada pengaruh apa-apa buat kehidupannya, jadi wajar jika mereka cuek.

Kalau ditanya, pasti tidak mungkin tidak ada yang ingin seperti itu termasuk saya. Tenggelam dalam mode senyap di handphone dan bisa have fun kapan pun. Sayangnya, jika harus seperti itu saya tidak kerja dong. Sungguh dilema!

Namun, menjadi orang yang ‘antisosial’ di zaman sekarang ini bisa membantu meningkatkan kualitas hidup. Setidaknya kamu tidak akan bersinggungan dengan berita-berita negatif di media sosial secara terus menerus. Masih teringkat video Ferdian Paleka yang mengeprank soal bantuan sosial, lalu muncul Indira Khalista, kemudian selebgram Sarah Keihl yang bikin netizen berteriak, “What The Puk???” Ditambah lagi para pembuat konten yang gemar mencari-cari kesalahan.

Belum cukup sampai disitu, pastinya di dalam grup Whatsapp setidaknya ada 2 atau 3 orang yang suka spam atau menyebar kejadian atau informasi hoax alias belum tentu kebenarannya. Paling kesal jika menanyakan perihal dimana kejadian tersebut kepada si pengirim dan jawabannya “Maaf, saya kurang tahu.” Kalau tidak tahu kenapa disebarkan bambang!!

Darisitulah kita bisa berkaca kalau mereka yang jarang online merasakan kenyamanan yang hakiki. Karena kebiasaan mereka yang cuek terhadap berita-berita tidak penting tersebut membuat mereka tidak mudah terpengaruh hal-hal yang negatif pula.

close