Remaja Dan Anak Dunia Tengah Alami Krisis Belajar Global

via netralnews.com

Di era generasi millennial saat ini kecanggihan teknologi ternyata tak banyak membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti yang dilaporkan oleh UNESCO Institute for Statistics (UIS) ada sebanyak 617 juta anak dan remaja di seluruh dunia tidak mencapai tingkat minimum dalam membaca dan pengetahuan matematika.

Menurut laporan UIS (21/9/2017), angka tertinggi ada di Sub Sahara Afrika, Asia Selatan dan Tengah. Dari jumlah tersebut didapati 387 anak usia sekolah dasar dan 230 remaja usia sekolah menengah pertama.

Melihat hasil data tersebut membuat Bank Dunia angkat bicara. Bank Dunia mengingatkan bahwa jutaan murid usia muda di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah terancam kehilangan kesempatan dan upah lebih rendah di kemudian hari karena kurangnya pendidikan yang baik.

Laporan tersebut menemukan fakta bahwa hasil belajar selalu lebih buruk bagi mereka kelompok yang kurang beruntung, seperti anak-anak miskin, anak-anak perempuan, anak-anak difabel, dan etnis minoritas. Disamping itu, kelompok-kelompok ini bahkan tidak terdaftar di sekolah atau kemungkinan besar keluar dari sekolah. Bank Dunia menyebut polemik ini sebagai “krisis belajar”.

“Krisis belajar ini memperlebar kesenjangan sosial alih-alih mempersempit mereka” dikutip kantor berita Xinhua dari laporan Bank Dunia.

“Murid-murid muda yang sudah malang karena kemiskinan, konflik, jenis kelamin atau kecacatan mencapai usia dewasa muda bahkan tanpa keterampilan hidup paling dasar,” jelasnya.

Menurut UIS sendiri masalah tersebut terjadi di akibatkan keterbatasan akses, serta anak-anak yang keluar dari sekolah hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke tingkat kemampuan minimum. Disamping kegagalan untuk mempertahankan setiap anak untuk tetap belajar dan mempertahankan mereka tetap di jalur. Kualitas pendidikan juga menjadi salah satu faktor utamanya.

Direktur UIS Silvia Montoya berpendapat “banyak dari anak-anak itu tidak tersembunyi atau terkucil dari masyarakat dan pemerintah mereka. Justru mereka ini duduk di dalam kelas bersama potensi dan aspirasi mereka sendiri"

Namun, menurut laporan tersebut tidak semua negara-negara berkembang mengalami kesenjangan pendidikan yang ekstrem. Walaupun faktanya masih banyak yang jauh tertinggal dari tingkat pendidikan yang mereka cita-citakan.

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menyampaikan “Krisis belajar ini adalah krisis moral dan ekonomi.” dikutip dalam siaran persnya, Selasa (26/7/2017).

Bank Dunia menghimbau agar Negara-negara melakukan kajian peniliaian pembelajaran yang serius guna memperbaiki kualitas pendidikan.

Selain itu Bank Dunia juga meminta kepada negara-negara “membuat sekolah untuk semua peserta didik”, serta mengatasi hambatan teknis dan politis dalam proses belajar mengajar.
close